Regulasi Radio Streaming ?
0
komentar
Perkembangan teknologi Internet
memungkinkan media-media tradisional bermetamorfosis. Surat kabar atau majalah
berkembang menjadi media online atau dotcom. Di dunia radio, muncul radio
Internet sebagai pelengkap sekaligus pesaing radio tradisional.
Radio Internet (sering juga
disebut sebagai web radio, net radio, streaming radio dan e-radio) adalah layanan
siaran audio yang disebarluaskan melalui Internet. Siaran di Internet sering
disebut sebagai webcasting karena siaran tersebut tidak
disebarluaskan melalui media nirkabel. Sejak kemunculannya pada akhir
1990-an, radio Internet juga digunakan oleh radio tradisional (FM atau AM)
untuk memancarluaskan siaran dan program mereka, baik melalui situs mandiri
maupun situs sindikasi seperti Jogjastreamers.com
Radio Internet adalah inovasi
teknologi terbaru di bidang radio siaran sejak siaran radio dimulai pada awal
1920an. Berbeda dengan radio tradisional yang menggunakan gelombang radio,
radio Internet disiarkan dan bisa didengarkan melalui Internet (koneksi broadband).
Inovasi ini sekaligus memecahkan persoalan keterbatasan kanal frekuensi.
Radio Internet sangat terkenal di
beberapa negara, khususnya di Amerika Serikat. Menurut Olga Kharif (2007),
survei terhadap 3.000 warga AS yang dirilis oleh lembaga konsultan Bridge
Ratings & Research (21/02/2007) menemukan sebanyak 19 persen konsumen AS
berusia lebih dari 12 tahun mendengarkan stasiun radio Internet atau 57 juta
pendengar yang mendengarkan radio Internet per minggunya. Di Indonesia, menurut
catatan RiiN (Radiointernetindonesia.com), terdapat 413 radio Internet dengan
jumlah pendengar sebanyak 113.393.
Potensi
Untuk membangun radio FM atau AM
membutuhkan modal besar dan peralatan canggih, sehingga hanya pengusaha
profesional dengan modal besar bisa melakukannya. Sebaliknya, untuk membangun
radio Internet bisa dilakukan menggunakan seperangkat komponen elektronik yang
sederhana dan murah. Setiap orang bisa melakukannya. Modalnya hanya komputer,
audio, microphone dan koneksi internet.
Radio Internet berpeluang untuk
membangun siaran berbasis warga (citizen brodcasting) sebagai pengembangan dari jurnalisme
warga (citizen journalism) dan menjadi kekuatan baru bagi
masyarakat sipil. Sebagian besar radio Internet dikelola oleh lembaga
atau independen. Mereka tak butuh kantor atau ruangan secara fisik karena radio
Internet bisa dikelola secara mobile. Siaran pun bisa
dilakukan berpindah kemana-mana, yang penting punya koneksi Internet.
Dengan karakternya yang demikian,
radio Indonesia menjadi agen demokrasi yang besar dan kuat, karena orang-orang
baru dalam bidang siaran bisa mewujudkan keinginan dan mimpinya tanpa takut
mengganggu sinyal orang lain. Mereka bisa membagikan ide, gagasan, dan
pemikiran mereka dengan publik.
Sejauh ini siaran radio
traditional dibatasi oleh dua faktor. Pertama, kekuatan pemancar sehingga
coveragenya pun terbatas. Kedua, ketersediaan spektrum atau kanal siaran karena
adanya banyak sekali stasiun radio lokal. Radio Internet tidak memiliki
keterbatasan geografis. Radio Internet bisa diakses oleh siapa pun, di manapun,
dan kapan pun. Misalnya, dengan radio Internet Radio PPI Dunia
(radioppidunia.org), seorang mahasiswa Indonesia di Jerman bisa mendengarkan
lagu yang dimainkan oleh penyiar di Amerika. Dengan demikian, organisasi atau
komunitas yang anggotanya terpisah secara geografis bisa menyatukan anggotanya
melalui siaran radio Internet.
Potensi radio Internet sangat
besar, sebesar cyberspace itu sendiri (sebagai contoh, Live365
menawarkan lebih dari 30,000 siaran radio Internet). Dibandingkan dengan radio
tradisional, radio Internet tidak terbatas pada audio. Siaran radio Internet
dapat disertai foto atau grafis, teks, link, dan fasilitas
interaktif seperti message board dan chat room. Ini menjadikan
pendengar tidak hanya menjadi pendengar pasif. Pendengar bisa mendengarkan
iklan tentang komputer dan memesan printer tersebut melalui link di website radio Internet.
Hubungan antara pengiklan dan konsumen melalui siaran radio internet bisa
menjadi lebih interaktif dan lebih intim.
Radio Internet juga menawarkan
kesempatan untuk mengembangkan jenis-jenis program yang tersedia dengan biaya on
the air yang lebih
rendah. Selain itu, Radio Internet dapat menarik komunitas pendengar yang
fokus pada minat atau musik tertentu. Kelebihan lainnya, siaran mereka bisa
disimpan di Internet. Jika suatu saat pendengar ketinggalan salah satu program
yang disukai, mereka bisa mendengarkan program tersebut secaraon-demand.
Namun, karena belum terlalu
popular, belum banyak yang melirik peluang radio Internet. Menurut Danton
Prabawanto (2008), ada beberapa profesi atau bisnis yang bisa memanfaatkan
media ini. Pertama, penyanyi atau grup
band Indie. Bagi penyanyi atau grup band Indie yang sulit menembus dapur
rekaman, memutar lagu ciptaan sendiri bukan lagi hal yang sulit. Radio Internet
bisa menjadi sarana promosi yang murah meriah. Radio Internet juga bisa
dimanfaatkan untuk mewadahi fans grup musik ternama. Kedua,
pembicara atau trainer. Pembicara atau trainer bisa mempromosikan atau menyiarkan talkshow seperti halnya radio konvensional.
Anda bisa menentukan jadwal talkshow dan berinteraksi dengan pendengar. Ketiga,komunitas.
Radio internet juga bisa dimanfaatkan oleh kelompok atau komunitas untuk
berbagi dan bersosialisasi.
Radio Internet juga bisa digunakan
untuk pembelajaran jarak jauh, penyelenggaraan sesi pelatihan, atau
mendistribusikan informasi tentang produk baru. Perusahaan musik bisa
menggunakan Radio Internet untuk menyebarkan rekaman baru.
Regulasi
Mengamati perkembangan radio
Internet di Indonesia, ada satu isu krusial terkait kekosongan regulasi. Apakah
radio Internet perlu diatur? Aturan mana yang mesti diikuti? Sejauh ini,
Undang-Undang Penyiaran hanya mengatur siaran berbasis frekuensi dan tak
menyinggung tentang radio Internet. Ketika mengelola Radio PPI Dunia, penulis
dihadapkan isu ini, antara lain terkait perijinan/lisensi dan royalti musik
yang disiarkan.
Beberapa negara telah menerapkan
lisensi radio Internet. Belanda, misalnya, sebagian pengelola radio Internet
harus berhubungan langsung dengan badan royalti Belanda (BUMA-STEMRA) yang
mengenakan biaya tetap bagi stasiun yang siaran melalui Internet.
Di Inggris, stasiun radio Internet
harus mendapatkan lisensi dari MCPS-PRS Alliance dan Phonographic Performance
Limited. Biaya ini sebelumnya berupa biaya tetap, namun kemudian dihitung
berdasarkan jumlah trackyang dimainkan setiap
jamnya, dan juga jumlah pendengar.
Sebagai ganti dua lisensi utama
ini, stasiun harus membayar biaya dubbingPPL untuk menyimpan track ke media penyimpan dan MCPS-PRS TV dan
Radio Advertisement License untuk menggunakan hak cipta dalam potongan musik
untuk iklan dan promosi. Para pengamat mengatakan, jumlah lisensi yang
dibutuhkan dan akumulasi biaya keseluruhan, telah membebani dan mengancam kelanjutan
stasiun-stasiun kecil untuk bisa siaran melalui media Internet.
Terkait royalti, bulan Oktober
1998, Kongres AS mengesahkan Digital Millennium Copyright Act (DMCA) yang menyatakan bahwa radio satelit dan
radio Internet harus membayar royalti pertunjukan (performance
royalty) selain
royalti publikasi (publishing royalty). Sebaliknya, radio tradisional hanya
membayar royalti publikasi (Michael Roberts, 2002).
Ketentuan ini mendapat kritik dari
SaveNetRadio.org sebagai koalisi pendengar, artis, label dan webcaster.
Beberapa pengamat mengatakan, nilai royalti yang diajukan mengancam dan
merugikan stasiun radio Internet independen. Bulan Januari 2009, Badan
Royalti Hak Cipta AS (US Copyright Royalty Board) mengumumkan bahwa royalti
yang diterapkan terhadap layanan streaming Internet berdasarkan pada pemasukan
yang diterima.
Berbagai fenomena dan
perkembangan radio Internet ini perlu dicermati oleh masyarakat dan pemerintah.
Sebab, di masa depan, radio Internet (dan juga televisi Internet) akan tumbuh
dan berkembang sebagai media baru yang akan mewarnai dan menjadi pilihan bagi
masyarakat. []Yohanes Widodo, dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta, salah satu inisiator Radio PPI Dunia (Radioppidunia.org)